kampus-STIM-Lasharan-Jaya2

STIM Lasharan Jaya, Hasilkan Manajer Mahir Berbahasa Inggris

Ilmu manajemen dibutuhkan dimana-mana, sehingga banyak perguruan tinggi yang membuka program studi Manajemen, bahkan ada perguruan tinggi yang khusus membuka satu program studi, yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) Lasharan Jaya, Makassar.

STIM Lasharan Jaya Makassar dan perguruan tinggi lain yang membuka prodi Manajemen, tentu saja berupaya menghasilkan calon-calon manajer profesional, dengan berbagai keterampilan tambahan.
Khusus di STIM Lasharan Jaya Makassar, keterampilan tambahan yang diberikan kepada seluruh mahasiswa adalah keterampilan berbahasa Inggris.

Ketua STIM Lasharan Jaya (STIM-Lash) Makassar, Dr H Sahban Liba MM, mengatakan, selain pengetahuan dan kompetensi dalam bidang ilmu manajemen, mahasiswa prodi Ilmu Manajemen juga perlu dibekali keterampilan tambahan.

“Banyak orang bilang belajar bahasa Inggris tidak gampang, tetapi dengan kiat tertentu, mahasiswa bisa dilatih dan akhirnya mahir berbahasa Inggris,” katanya kepada Tabloid Almamater, di ruang kerjanya, belum lama ini.

Dalam menempa mahasiswa di kampus STIM Lasharan Jaya, termasuk dalam melatih mahasiswa berbahasa Inggris, pihak kampus menerapkan lima tahap pembinaan.

Pertama, kata purnawirawan TNI-AL itu, mahasiswa semester satu DIPAKSA belajar bahasa Inggris. Selanjutnya, mahasiswa semester dua TERPAKSA belajar bahasa Inggris. Kemudian, mahasiswa semester tiga TERBIASA belajar bahasa Inggris.

“Pada semester empat, mahasiswa diharapkan sudah BISA melakukan, termasuk bisa berbahasa Inggris, sedangkan mahasiswa semester lima diharapkan sudah memiliki BUDAYA belajar, termasuk budaya berbahasa Inggris,” papar Sahban.

Dalam prakteknya, Sahban Liba selaku Ketua STIM Lasharan Jaya Makassar memaksa mahasiswa mengikuti lomba pidato dalam bahasa Inggris, tetapi lomba tersebut diimbangi dengan menyediakan hadiah bagi para juara, dan sebaliknya memberikan sanksi kepada mahasiswa yang tidak mau mengikuti seluruh prosedur lomba yang telah ditetapkan.

“Saya mengajar bahasa Inggris, tetapi cara mengajar saya agak berbeda dibandingkan dosen bahasa Inggris lain. Semua mahasiswa saya wajibkan ikut lomba pidato berbahasa Inggris di antara mereka sendiri, tentu dengan melalui proses latihan terlebih dahulu. Saya siapkan hadiah yang cukup besar bagi para juara,” ungkapnya.

Pria kelahiran Kalosi, 18 Agustus 1937, menambahkan, hadiah yang disediakan yaitu Rp 1 juta bagi juara pertama, Rp 750 ribu untuk juara kedua, Rp 500 ribu bagi juara ketiga, dan Rp 250 ribu untuk juara keempat.

“Mungkin saya dianggap gila, tetapi ini saya lakukan agar mahasiswa bisa berbahasa Inggris,” ujar Sahban, yang pernah bertugas sebagai Staf Khu-sus Gubernur DKI Jakarta. (win)

rektor

Dr. H. Sahban Liba, MM Terima Penghargaan dari Kopertis

rektorDr. H. Sahban Liba, MM Terima Penghargaan dari Kopertis Makassar, Humas Dalam rangka hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei 2010, Kordinator Kordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah IX Sulawesi, Prof. Dr. M. Basri Wello, MA, memberikan penghargaan kepada sejumlah pelaku dan praktisi pendidikan tinggi di Sulawesi.

Penghargaan tersebut diberikan untuk beberapa kategori diantaranya pengukuhan sebagai guru besar dan penghargaan penetapan penulis buku ilmiah. Salah satu penerima penghargaan kategori Penetapan Penulis Buku Ilmiah adalah Dr. H. Sahban Liba, MM, Ketua STIM Lasharan Jaya yang menulis buku “Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi di Indonesia, Perspektif Teoritis dan Empiris”. Buku tersebut bersumber dari desertasi Sahban Liba yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Periode 2003-2010 (Higher Education Long-Term Startegy 2003-2010”. Dari buku itu, Sahban pun meraih gelar doktor pada tanggal 15 Oktober 2009 di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan hasil yang sangat memuaskan.

“Penghargaan ini merupakan apresiasi pemerintah yakni menteri pendidikan terhadap dedikasi dan sumbangsih yang saudara berikan selama ini dalam upaya memajukan pendidikan tinggi” ujar Basri Wello membacakan surat keputusan menteri pendidikan, Muhammad Nuh.

Ditambahkan Basri Wello, para penulis diharapkan tetap aktif menulis buku dan khususnya menulis hal-hal yang berhubungan dengan dunia pendidikan tinggi. Penghargaan ini merupakan penghargaan kali kedua yang diterima Sahban Liba sehubungan dengan peran aktifnya dalam memajukan pendidikan tinggi. Sebelumnya, Sahban Liba menerima penghargaan sebagai Tokoh Teladan Pendidikan dari AS Center pimpinan Prof. Dr. Aminuddin Salle, SH, MH, pada Sabtu (20/2) di Gedung Lasharan Garden, dalam acara Bedah Buku. “Kebijakan Mutu Pendidikan Tinggi Di Indonesia, Perspektif Teoritis dan Empiris”. (Makassar, 2 Mei 2010 – Humas STIMlash)

profile-sahban-liba

Profil Dr. H Sahban Liba MM

profile-sahban-libaTak banyak orang yang masih punya motivasi belajar hingga usia tua. Tak banyak orang yang masih mau bekerja keras hingga usia tua. Tak banyak orang yang masih mampu bekerja hingga usia tua. Di antara yang tidak banyak itu adalah Letkol Marinir (Purn) Dr H Sahban Liba (73 tahun).

Pria kelahiran Kalosi, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, 18 Agustus 1937 itu, hingga kini masih aktif mengajar, mengurus bisnisnya, serta memimpin langsung perguruan tinggi yang didirikannya di Makassar.

Perjalanan hidupnya cukup panjang dan berliku. Sahban Liba lahir dan menikmati masa kecilnya di Kabupaten Enrekang. Di usia remaja ia ikut orangtuanya (ayah Liba, ibu Empa) ke Makassar dan sekolah hingga kelas tiga pada dua SMP di Makassar, yakni SMP Muallimin Muhammadiyah (Jl. Muhammadiyah) dan SMP Perindo (Jl. Lamadukkelleng).

Sambil sekolah, Sahban membantu kakaknya yang berjualan kain di Pasar Butung Makassar. Suatu hari, ia membaca koran yang sudah tidak utuh dan agak lusuh. Di koran tersebut ada pengumuman tentang pemberian beasiswa ikatan dinas untuk sekolah pada sekolah menengah atas di Surabaya.

‘’Saya tidak tahu di mana itu Surabaya, tetapi saya sangat ingin sekolah di sana. Umur saya waktu itu sudah 17 tahun. Saya kemudian meminta izin orangtua dan kakak. Saya lalu mengurus surat keterangan sekolah di SMP Muallimin Muhammadiyah. Kemudian saya berangkat ke Surabaya dengan naik kapal laut. Saya membawa bekal uang Rp 250, tetapi tiba di Surabaya uang saya tinggal Rp 140, karena ongkos naik kapal laut Rp 110,’’ ungkap ayah empat anak dan kakek dari tiga cucu itu kepada tim wartawan tabloid ‘’Cerdas’’, Asnawin, Decy Wahyuni, dan Abdul Wahab, di ruang kerjanya, akhir April 2010.

Selama enam bulan pertama di Surabaya, Sahban tidur di masjid. Kemana-mana ia selalu jalan kaki. Semua itu dilakukan karena ia harus menghemat uangnya. Dalam tempo enam bulan itu, ia berhasil lulus pada ujian persamaan Sekolah Guru Bawah (SGB) Surabaya dan kemudian lulus tes masuk Sekolah Guru Atas (SGA) Surabaya yang memberi beasiswa ikatan dinas.

‘’Kebetulan saya kuat sekali pada mata pelajaran Aljabar, Ilmu Ukur, Ilmu Alam, Ilmu Bumi, dan Sejarah,’’ sebutnya.

Setelah tamat SGA dan sambil mengajar di beberapa sekolah, Sahban melanjutkan kuliah di IKIP Malang. Di sana ia bertemu dan bersahabat dengan Malik Fajar yang belakangan menjadi Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Nasional. Mereka berdua aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Selain kuliah di IKIP Malang, ia juga kuliah di Universitas Merdeka Malang.

Ada sebuah peristiwa yang tidak bisa dilupakan Sahban saat kuliah di Malang, yaitu ketika meletus peristiwa Gerakan 30 September PKI yang kemudian dikenal dengan nama G-30.S-PKI. Saat itu, Asrama Sulawesi di Jl. Kunir No. 15, diserang oleh orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan memukuli mahasiswa yang aktif di HMI. Semua mahasiswa yang ada di asrama ketika itu mendapat pukulan dan tendangan, serta poporan senjata, kecuali Sahban.

‘’Teman-teman menganggap saya punya ilmu bisa menghilang, padahal kebetulan waktu mereka datang saya langsung bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Waktu itu fisik saya cukup kuat dan bisa bertahan tidak jatuh dari bawah tempat tidur dengan cara menekan dua kaki dan dua tangan ke papan tempat tidur. Waktu orang-orang PKI datang, mereka memeriksa di kolong tempat tidur dengan cara mengayunkan senjata dan pedang, tetapi mereka tidak pernah menyangka bahwa saya berada di bawah papan tempat tidur yang jaraknya hanya sekitar satu jengkal dari lantai,’’ papar Sahban seraya menyebut nama Abdul Pandare, salah seorang temannya yang mendapat siksaan orang-orang PKI.

Setelah situasi cukup aman, ia langsung meminta perlindungan di Angkatan Laut, karena kebetulan ia juga pelatih judo di Angkatan Laut. Tak lama kemudian ia ikut tes dan lulus masuk Angkatan Laut.

Sahban diterima di Marinir dan masuk anggota Korps Komando (KKO) Angkatan Laut. Ia kemudian dikirim ke hutan di Jawa Timur selama dua setengah tahun untuk latihan perang khusus. Pimpinan KKO ketika itu adalah Mayor Pangalela yang belakangan meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat terbang.

Setelah keluar dari hutan, Sahban langsung mendapat pangkat Letnan (KKO) TNI AL. Beberapa tahun kemudian, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mencari beberapa orang dari kalangan tentara untuk membantunya di Pemda DKI Jakarta, terutama untuk menertibkan guru-guru nakal. Dari marinir diambil 20 orang dan salah satu di antaranya adalah Sahban Liba.

‘’Banyak yang saya penjarakan, saya sita rumah, dan sebagainya,’’ kata suami dari Hj. Andi Nurlaela, serta ayah dari Hernita SE MM, AKBP Muh. Arsal SH MH, Muh. Amsal SE MM, dan Arfiany SE MM.

Beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi staf pribadi Ali Sadikin dan sempat mondar-mandir di Istana Presiden. Tahun 1977, Ali Sadikin pensiun, tetapi Sahban enggan kembali ke kesatuannya di Angkatan Laut, karena mantan anak buahnya sudah banyak lebih tinggi pangkatnya dari dirinya. Sahban memilih tetap dikaryakan dan menduduki beberapa jabatan struktural di Pemda DKI Jakarta hingga pensiun pada 17 Agustus 1995.

Mendirikan PTS

Selama dikaryakan di Pemda DKI Jakarta, Sahban melanjutkan kuliahnya yang terputus di IKIP Malang akibat peristiwa G-30.S-PKI. Ia memilih lanjut di IKIP Muhammadiyah Jakarta, dan kemudian lanjut ke program magister (S2) di Sekolah Tinggi Manajemen (STIMA) IMMI Jakarta.

Setelah pensiun, ia kemudian diangkat menjadi Manajer Personalia PT Betamix Jakarta di bawah pimpinan Prof Dr Ir Bun Yamin Ramto.

Atas anjuran beberapa koleganya, antara lain Mendiknas Prof Wardiman, Sahban kemudian memutuskan kembali ke Makassar dengan membuka usaha bisnis gedung serba guna Lasharan Garden Jaya dan mendirikan perguruan tinggi swasta (PTS).

PTS yang didirikannya yaitu Akademi Manajemen Perdagangan (Amdag) pada tahun 1998, yang kemudian ditingkatkan menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Lasharan Jaya (STIM-Lash Jaya) pada Juli 2001. Perguruan tinggi yang berkampus di Jl Abdullah Daeng Sirua 10 itu telah menelorkan sekitar 300 alumni.

Di STIM-Lash Jaya, Sahban yang anak kedua dari Sembilan bersaudara, menerapkan disiplin semi-militer tetapi mendidik mahasiswa menjadi orang yang berjiwa entrepreneurship.

Meraih Gelar Doktor

Meskipun sudah tua dan semua anaknya telah cukup berhasil, Sahban rupanya belum mau pensiun atau berhenti beraktivitas. Tidak tanggung-tanggung, ia malah ‘’ nekad’’ melanjutkan kuliah pada program doktoral (S3) di Universitas Negeri Jakarta.
Ia kemudian berhasil menyelesaikan kuliahnya dan meraih gelar doktor pada 2009, dengan mengusung disertasi berjudul ‘’Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Periode 2003-2010.’’

‘’Saya kuliah sekaligus untuk memotivasi anak-anak saya. Mereka saya minta terus-menerus belajar dan meraih pendidikan setinggi-tingginya, karena Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman dan berilmu,’’ tutur Sahban.

Di akhir perbincangan dengan ‘’Cerdas’’, ia mengutip nasehat Lukmanul Hakim kepada anaknya, bahwa ‘’alangkah indahnya apabila dalam diri seseorang terkumpul iman, ilmu, dan harta, sebaliknya alangkah malangnya seseorang apabila pada dirinya terkumpul kemiskinan, kesombongan, dan kebodohan.’’(asnawin, decy wahyuni, wahab)

Biodata:
Nama : Dr H Sahban Liba MM
Tempat/tgl lahir : Kalosi, 18 Agustus 1937
Isteri : Hj. Andi Nurlaela

Pendidikan :
– SD Negeri Kalosi
– SGB Negeri Surabaya
– SGA Negeri Surabaya
– IKIP Muhamadiyah Jakarta
– S2 Sekolah Tinggi Manajemen IMMI, Jakarta
– S3 Universitas Negeri Jakarta

Pekerjaan :
– Guru honorer di Surabaya
– Marinir TNI-AL di Jawa Timur
– Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta
– Dikaryakan di Pemprov DKI Jakarta
– Manajer Personalia PT Betamix Jakarta
– Direktur STIM Lasharan Jaya Makassar

stimlash

STIM Lasharan Jaya Makassar Dapat Akreditasi B

Sekolah Tinggi Manajemen Lasharan (Stimlash) Jaya Makassar memperoleh status akreditasi B dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Status akreditasi tersebut diperoleh berdasarkan SK BAN Nomor 038/BAN-PT/Ak-XIII/S1/2011 14 Januari.

Stimlash Jaya Makassar menggelar acara Syukuran Akreditasi B dan Maulid Nabi Muhammad SAW di Gedung Lasharan Garden, Jl Abd Dg Sirua Makassar, Minggu (27/2/2011).

Ketua Stimlash Jaya Makassar, Dr Sahban Liba MM, mengatakan acara syukuran ini sengaja dirangkaikan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan harapan agar akhlak mahasiswa Stimlash tambah meningkat dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan akhlak yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

“Untuk itu diharapkan kepada dosen Stimlash Jaya mampu menerapkan ilmu sesuai dengan bidang masing-masing. Para dosen diharapkan menekankan pendidikan karakter pada mahasiswa. Apa gunanya memperoleh keterampilan ilmu pengetahuan yang tinggi tanpa dibarengi dengan akhlak atau budi pekerti,” ujarnya.

donor-darah

Bakti Sosial Donor Daram BEM STIMLASH

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Lasharan (STIMLASH) Jaya Makassar bersama PMI gelar bakti sosial mengumpulkan 200 kantong darah.

Ketua Panitia donor darah, Imran menuturkan, kegiatan melibatkan berbagai institusi pendidikan. Diantaranya, UMI, Unhas, Unifa, UNM. Turut berperan, beberapa SMA/SMK. Imran menambahkan, baksos dirangkaikan sosialisasi penerimaan mahasiswa baru 2012-2013.

Direktur STIMLASH Jaya, Dr H Sahban Liba MM menuturkan, pelaksanaan donor darah adalah bentuk keaktifan mahasiswa dalam menjalankan proses pendidikan sesuai tertuang dalam Tri Darma Perguruan Tinggi, pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.